SARMMI Mendukung Stacia Dirikan Pusat Pelatihan Mangrove Muhammadiyah

Bila dicermati seksama, ada dua hal yang sangat kentara dari anggota Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) di Muhammadiyah. Peduli kepada sesama, dan senantiasa tergerak menjalankan dakwah Muhammadiyah.

Dua karakter itu, bukan hasil dari proses yang instan. Melainkan dari proses panjang yang dilakukan secara terus menerus dan diulang-ulang. Hasilnya dua karakter itu melekat kuat  pada diri setiap anggota Mapala, sehingga tatkala mereka sudah manyelesaikan kuliahnya, peduli dan dakwah Muhamadiyah menjadi gaya hidup mereka sehari-hari di manapun berada.

Adalah beberapa anggota Mapala Stacia Universitas Muhammadiyah Jakarta yang blusukan ke muara sungai Cisadane di Tangerang. Menjelajahi daerah pinggiran yang tidak populer adalah tradisi Stacia untuk mempertajam kepekaan sosial anggotanya. Di blusukan kali ini anggota Stacia mendapati fakta yang membuat mereka tercengang, prihatin, sekaligus buru-buru hendak berbuat baik.

Kawasan mangrove di muara sungai Cisadane yang mereka datangi, ternyata rusak parah. Hutannya nyaris gundul, air laut berlumpur tebal, dan sampah rumah tangga bertebaran di semua penjuru pantai dan di hutan mangrove yang tersisa. Kerusakan ini telah berlangsung lama. Tak ada yang peduli. Padahal kondisi ini membahayakan ekosistem muara Cisadane. Temuan ini kemudian menjadi perhatian semua anggota Stacia. Tua dan muda.

“Awalnya Stacia hanya berniat fokus menyelamatkan kawasan pantai dengan cara menanam mangrove. Tetapi semakin jauh melangkah kami melihat masalah disini sangat kompleks dan saling berkaitan,”   ungkap senior Stacia Moh. Al Fatih kepada rombongan pengurus SAR Mapala Muhammadiyah Indonesia, yang mengunjungi wilayah konservasi mangrove Stacia di desa Tanjung Burung, kecamatan Teluk Naga, Tangerang. (27/8)

Kepada tamunya, Fatih yang didampingi senior Stacia lain, Roy Nurdin, menjelaskan, menanam mangrove berarti juga menyertakan kegiatan konservasi, penanganan sampah, serta pemberdayaan ekonomi dan budaya masyarakat setempat. Sungai Ciliwung juga harus dinormalisasi, dan dikeruk agar dalam.

Semua persoalan itu harus ditangani menyeluruh dan berkesinambungan, baik secara secara serial maupun paralel. Akan percuma rajin menanam mangrove tetapi abai terhadap sampah. Sampah adalah musuh tanaman mangrove, karena sering menyangkut di mangrove muda yang baru ditanam lalu menyeretnya ke laut lepas.

“Kompleksitas itulah yang membuat keluarga besar Stacia kian termotivasi, dan  itulah dasar kami membentuk Kelompok Stacia Hijau, atau KSP pada bulan Mei lalu,” kata Fatih.

Mengenalkan Muhammadiyah

Kelompok Stacia Hijau adalah wadah yang memiliki badan hukum sendiri. Namun tetap berada dibawah Stacia. Pengurusnya anggota Stacia dari berbagai generasi. Mereka bergiliran bekerja di kawasan konservasi. Kendati tidak digaji, mereka menjalankan KSP secara profesional, ekonomis, dan militan. Mereka sadar, KSP membawa misi besar yang harus dikerjakan sungguh-sungguh selama bertahun-tahun.

Untuk sampai ke lokasi penanam mangrove di muara Cisadane, KSH harus memiliki dermaga dan sarana f isik lainnya. Ide ini membuat mereka mulai melakukan pendekatan kepada warga Tanjung Burung. Menurut Fatih, pendekatan kepada warga, perlu perjuangan khsusus. Warga yang bermukim disekitar muara Cisadane terkenal keras, dan sensitif terhadap pendatang.

“Warga disini sering dikadalin LSM. Jadi mereka curiga kepada lembaga yang datang. Mereka juga skeptis terhadap KSH. Tetapi setelah KSH selesai membangun dermaga, mushola, serta sumur bor lengkap dengan MCK, warga mulai percaya dengan niat baik KSH. Warga malah ikut membantu. Sekarang hubungan KSH dengan warga desa Tanjung Burung sangat kondusif,” lanjut Fatih.

Dermaga, sumur, MCK, dan mushola yang dibangun tepat di tepi sungai Ciliwung, ungkap Fatih, adalah pekerjaan kedua KSH. Sebelumnya mereka telah menanam ribuan mangrove. Anggaran membangun semua sarana itu dari iuran anggota Stacia dan donasi beberapa pihak. Dikerjakan gotong bersama warga. Fungsinya selain sebagai titik awal menuju area penananam mangrove, juga sebagai lokasi pemberdayaan ekonomi dan budaya masyarakat Tanjung Burung.

“Masyarakat di sepanjang sungai Cisadane terbiasa membuang sampah dan MCK disungai yang kotor” kata Fatih sambil menunjuk sungai Cisadane yang airnya keruh, sedikit berbau, dan tak pernah sepi dari hanyutan sampah rumah tangga. Volume sampah hanyut ini meningkat bila ada hujan.

Senada dengan Fatih, Roy menjelaskan, KSH memanfaatkan sumur dan MCK sebagai sarana untuk mengedukasi warga agar terbiasa MCK di air sehat dan tak lagi membuang sampah di sungai. Sekarang warga disekitar sini lebih suka antri di MCK yang dibangun KSH daripada mandi di sungai.

Lahan sisa membangun empat sarana tadi dimanfaatkan KSH untuk pembibitan mangrove dan pengelolaan sampah. Pembibitan dikerjakan bergiliran oleh ibu-ibu warga Tanjung Burung. Di lahan ini juga direncanakan menjadi sentral peternakan cacing tanah dengan memanfaatkan sampah yang telah dikelola. Sekarang KSH sedang mencari jaringan bisnis cacing tanah. KSH juga mengajak coprporate untuk investasi memberdayakan ekonomi warga Tanjung Burung.

“Sedangkan mushola kami jadikan sarana ibadah bersama warga. Mushola ini rencananya akan dikelola bersama remaja masjid setempat. Karena warga Tanjung Burung belum mengenal Muhammadiyah, mushola kami maksimalkan pula sebagai entry point memberi pencerahan tentang Muhamadiyah,” terang Roy.

Dibawah Mushola lanjut Roy, sudah dibangun dermaga untuk menuju lokasi penananam mangrove. Jarak tempuhnya sekitar setengah jam perjalanan air. Tetapi bisa lebih lama jika sungai sedang banyak sampah. Sampah sering menyangkut di baling-baling perahu.

Pusat Pelatihan Mangrove

Lahan konservasi mangrove di muara Cisadane yang dikelola KSH luasnya 24 Hektar. Sampai saat ini KSH telah menanam 15 ribu mangrove.

“Tetapi hampir separuhnya rusak dan hilang karena diterjang sampah,” ungkap Fatih.

Situasi itu justru memicu mereka untuk kian gigih menanam mangrove sambil menjalankan program penunjangnya, karena mangrove sangat bermanfaat bagi kelangsungan mahluk hidup.

Menurut Fatih, hutan mangrove berfungsi melindungi pantai dari erosi dan abrasi. Mencegah intrusi air laut. Tempat berkembang biak ikan, udang, kepiting, burung, monyet. Melindungi pemukiman penduduk dari badai, angin laut, dan gelombang pasang. melindungi daratan dari naiknya air laut akibat gas rumah kaca. Serta sebagai tempat wisata dan edukasi.

Saat ini hutan mangrove di Indonesia banyak yang rusak, tetapi baru sedikit pihak yang peduli. Hal ini kata Fatih karena masih banyak yang belum paham tentang mangrove dan fungsinya.

“Berangkat dari situasi itulah KSH akan menjadikan muara cisadane sebagai Pusat Pelatihan Mangrove Muhammadiyah,” Kata Fatih.

Diberi nama seperti itu, karena anggota Mapala sebagai kader Muhammadiyah memiliki tanggung jawab untuk memberi pencerahan kepada masyarakat.  Pusat pelatihan akan mengedukasi siapa saja agar paham dan peduli terhadap hutan mangrove. Edukas dimulai dari teori, teknis pembibitan, cara menanam, budidaya, hingga  memahami fungsi ekonomis dan ekologis tanaman mangrove. Usai mengikuti pelatihan, mereka kembali ke daerah asalnya untuk menerapkan ilmunya disana.

Selain itu lanjut Fatih, KSH terbuka bagi semua pihak untuk sama-sama membangun kawasan konservasi mangrove yang telah dikelola KSH. Mereka juga dipersilahkan untuk berpartisipasi di bidang pemberdayaan ekonomi, pengembangan SDM, keagamaan, atau di sektor sosial lainnya.

“Menanam mangrove serta membangun program pendukungnya perlu orang banyak, dan butuh kerjasama banyak pihak dari berbagai latar belakang. Stacia tidak akan mampu bekerja sendiri. Kami butuh pihak lain,” kata Fatih.

Terhadap ajakan KSH, pengurus SAR Mapala Muhammdiyah Indonesia, Tia Septiyani dari Camp STIEM Jakarta, mengaku sangat mengapresiasi kerja sosial KSH yang terencana baik dan dijalankan secara profesional. Sebagai dukungan SAR Mapala Muhammdiyah Indonesia akan mendampingi KSH di bidang keselamatan dan penyelamatan.

“Insya Allah kami akan menyelenggarakan pelatihan SAR untuk warga Tanjung Burung dan peserta edukasi mangrove. Pelatihan ini juga realisasi dari amanat Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah, bahwa kegiatan SAR Mapala Muhammdiyah Indonesia adalah implementasi dari Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pengabdian pada masyarakat,” demikian kata Tia Septiani. (Ahyar Stone)