Kabar Kami Dari Desa Gelap Gulita di Lombok Utara
Di gempa lombok 7, 0 SR, Desa segara katon, kec. Gangga. Lombok utara. Termasuk kawasan terdampak gempa paling parah.
Di desa itulah kami relawan dari SAR Mapala Muhammadiyah Indonesia (SARMMI) dan HW univ. Muhammadiyah Surakarta, berada dan tinggal di bersama warga korban gempa di barak pengungsian.
Jumat, 10 agstus 2018. Hari kedua kami disini.
Jam 02. 30 dinihari td, saat kami tidur nyenyak di gubuk yg hanya berdinding sebelah kiri, kami dibangunkan warga.
“Ada warga kakinya terluka, butuh diobati sekarang” katany dg muka sedih sambil menyorotkan senter ke arah kami.
Terkena Sinar senter sontak kami bangun. Desa ini gelap total karena jaringan listrik putus.
Jadi sedikit sinar saja, membuat siapapun bakal terjaga dari nyenyaknya.
Dua orang anggota medis langsung kami berangkatkan saat itu juga.
“Seorang ibu usia 60 an, hendak keluar tenda. Tp karena gelap, kakinya menginjak sesuatu yg tajam,” kata Itsna Rosada, tim medis kami.
“Jari tengah kaki kanannya luka, dalam. Tulangnya hampir kelihatan. Darah mengucur deras ” begitu cerita Rosada usai mengobati ibu malang tadi.
Paginya, jam 9 an, kami kumpulkan anak-anak. Hari ini adalah “hari pertama” sekolah darurat kami yg bernama,
*Sekolah Darurat MuhammadiyahMentari Cendekia*, Desa segara katon, lombok utara.
“Murid baru” kami banyak, dan semangat belajar mereka tinggi.
Menjelang jumatan, pelajaran sekolah berakhir, tp murid kami tetap berada di lokasi.
“Mereka enggan pulang.
Berharap usai jumat sekolah lagi,” kata Rismi Mei Sonjaya, sang “kepala sekolah” darurat kami.
Desa segara katon, punya mesjid bagus. Arrohman. Tapi lantaran kena gempa, mesjid ini tdk bisa dipakai.
Gantinya, warga gotong royong membangun tarup beratap rumbia untuk jumatan dan sholat jamaah sehari-hari.
Suara Muadzin jumat, sangat lantang dan merdu. Mirip kumandang adzan magrib di tv.
Namun, gempa telah membuatnya terpukul. Ia sedih. Tepatnya sangat berduka.
Di tengah adzannya, ia menangis. Berkali-kali adzannya terhenti karena ia menahan isak tangisnya.
Jamaah ikut sedih. Larut dalam duka. Semua hanyut dalam haru mendalam.
Beberapa jamaah tampak tak kuasa menahan tangis.
Saat khotib menyampaikan khotbahnya. Ia menceritakan musibah di jaman para nabi.
Lalu menyampaikan musibah di berbagai daerah di tanah air, gempa yg menghantam lombok, dan sudut pandang islam terhadap bencana alam.
Khotbahnya sangat bagus dan menyemangati.
Namun khatib harus pula berkali-kali menahan isak tangis. Khotbah beberap kali terhenti, karena sesekali ia menyeka matanya.
Suasana haru akhirnya kembali muncul. Kali ini malah lebih dahsyat.
Hampir semua jamaah menangis. Termasuk 6 teman saya yg ikut jumatan.
Mohon maaf, saya tdk bisa melanjutlan tulisan ini. Saya harus menyeka kaca mata saya. Tanpa sadar air mata saya mengalir, lalu membasahi kaca mata saya.
(Ahyar Stone. Kord posko relawan)