Bocah Pengungsi Bercita-cita Menjadi Tim SAR

Catatan Relawan Dari Desa Gelap Gulita di Lombok Utara

Zila, Maeza, Zira, Alif, Akbar, adalah beberapa nama siswa kami di Sekolah Darurat Muhammadiyah Mentari Cendekia.

Sekolah yang menempati pondok tanpa dinding khas lombok (Bruga) ukuran 3 x 4 meter, kami dirikan di Segara Katon, salah satu desa yg mengalami kerusakan paling parah karena gempa 7, 2 SR yg menghantam lombok beberapa hari lalu.

Desa itu berada di kec. Gangga. Lombok utara.

Desa segara katon terdiri dari beberapa dusun. Satu diantaranya adalah dusun Persiapan Bulan Semu.

Di dusun itulah kami, yakni SAR Mapala Muhammadiyah Indonesia (SARMMI) dan HW Univ. Muhammadiyah Surakarta, mendirikan posko relawan.

Kami adalah relawan pertama yang datang ke desa Segara Katon.

Bruga tadi, bila malam kami manfaatkan sebagai tempat istirahat. Sedangkan halaman bruga kami pakai untuk arena _fun game_ dan permainan edukasi kebencanaan bagi siswa sekolah darurat.

Siswa kami berjumlah 30 orang. Sebelum gempa mereka adalah murid sekolah dasar di dekat sini. Tapi berlainan kelas.

Gempa telah menghancurkan sekolah mereka. Rumah orang tua mereka juga luluh lantak. Rata dengan tanah.

Sebelum kami datang, sehari-harinya anak-anak ini cuma bingung mau apa.

Mau main di halaman rumah, kuatir terkena puing dan pecahan kaca. Mau sekolah tak bisa. Sekolah diliburkan.

Padahal mereka rindu belajar di kelas dan kangen suasana pertemanan di sekolah mereka.

Dari jam ke jam, hubungan kami dengan bocah-bocah lucu yang bersemangat ini, tambah dekat. Kami hapal satu persatu nama mereka. Bocah-bocah itu memanggil kami om, kak, dan mbak. Mereka juga hapal nama kami.

Dalam sebuah fun game, M. Risqi Mei Sonjaya, yang kami juluki “kepala sekolah darurat”, bertanya pada siswanya.

“Adik-adiku sayang, apa cita-cita kalian?,” tanya Riski.

Ada yang menjawab ingin menjadi guru, polisi, tentara dan cita-cita lain.

“Saya ingin menjadi tim SAR,” jawab Zira lantang.

“Kak Riski, saya bercita-cita menjadi relawan bencana alam,” kata Maeza keras sambil mengacungkan tangan.

Jawaban Zira dan Maeza, membuat Riski terkejut sekaligus terharu.

Perasaan serupa juga kami rasakan.

Kami tak tahu mengapa ada siswa yang bercita-cita begitu. Padahal kami tak pernah menceritakan suka duka menjadi relawan garis depan seperti kami.

Apakah karena melihat kami yang selalu riang, bersemangat, kompak, dan non stop 24 jam membantu warga korban gempa di dusun ini?

Riski tidak bertanya lebih jauh kepada kedua siswanya. Kami juga tak tergerak untuk mengetahui lebih detil.

Biarlah itu menjadi misteri.

**
_Ahyar Stone. Kord Posko Relawan._

***
*Tim Relawan :*
1. Ahyar Stone (SARMMI/ jogja)
2. Slamet Widodo (SARMMI/ solo)
3. M. Risqi (HW UMS/solo)
4. M. Afifi (HW UMS/solo)
5. Itsna Rosada (HW UMS/ solo)
6. Aries Munandar (SARMMI / Solo)
7. Zwaeb (SARMMI/palopo)
8. Badar (SARMMI/ mataram)
9. M. Junaedi (Stacia/jkt)
10. Hamzah (Stacia/jkt)
11. Umang (Sapta Pala/jkt)
12. Lita (Camp STIEM/ jkt)
13. Syaefullah (SARMMI/Tuban)
14. Rengga (Stacia/jkt)