Catatan Relawan SARMMI di Lokasi Bencana Sulawesi Tengah

Sulawesi Tengah (19/08/2018), Sejak gempa berkuatan 7.7SR menghantam wilayah Sulawesi Tengah, tim relawan SARMMI sudah terjun langsung ke lokasi bencana. Khususnya tim relawan dari Mapala Hiwata Palu dan Mapalamu Luwuk Banggai. Karena mereka adalah tim relawan terdekat yang dapat membantu warga disana.

Tim Relawan SARMMI dari Mapalamu Luwuk Banggai

Kegiatan yang mereka lakukan adalah mengevakuasi mayat dan menyalurkan bantuan berupa makanan yang mereka bawa langsung dari Luwuk Banggai.

Setelah itu tim relawan SARMMI dari berbagai daerah berdatangan untuk melakukan kegiatannya dengan program-program pemulihan pasca bencana. Lokasi yang dipilih adalah daerah terisolir dan jauh dari jangkau bantuan kemanusiaan.

Evakuasi korban

Berikut ini adalah catatan dari relawan SARMMI yang berada dilokasi bencana ;

Mereka Justru Tambah Penasaran Hendak Ke Desa Salua

Saya sangat menghargai semangat semua orang yang hendak mengunjungi kami yang operasi kemanusiaan dan mendirikan posko relawan di desa Salua.

Kami disini adalah relawan SARMMI. Stacia UMJ. Mapala Unmuha. Mapala UMSU. Mapala UMY. Hiwata UM Palu. Relawan Batara Guru Luwu Timur. Sapta Pala Jakarta. Toms. Co Mataram. Waskita Karya.

Saya acung jempol kepada orang-orang yang hendak berkunjung karena untuk saat ini, desa Salua, kecamatan Kulawi. Sigi. Bukan tempat yang nyaman untuk mereka yang biasa dimanjakan oleh fasilitas dan kemudahan.

Listrik di desa Salua belum menyala. Tiap malam gelap gulita. Koneksi internet juga susahnya minta ampun.

Saluran air bersih yang dikelola warga, saat ini juga bermasalah. Pipa induk banyak yang rusak karena longsor, sebagian lagi hilang dibawa banjir bandang sungai Salua.

Jalan ke desa Salua, sebagian aspalnya retak-retak, ada yang terangkat, ada yang bergeser, ada yang terkubur dan banyak pula yang hilang.

Semua itu akibat gempa berkekuatan 7,7 yang menghantam Palu, Sigi, dan Donggala, akhir September lalu.

Meski gempa terjadi bulan kemarin, tetapi tak berarti hari ini ancaman telah berlalu.

Gempa selain membuat akses dan infrastruktur rusak, serta mengakibatkan 8 orang warga desa Salua meninggal dunia, juga melongsorkan bukit-bukit kecil di sepanjang jalan ke desa Salua.

Menuju desa Salua ada dua cara. Dari arah pusat kecamatan Kulawi (selatan), dan dari arah Sigi (utara).

Material longsoran telah disingkirkan alat berat. Motor dan mobil sudah bisa lewat.

Tetapi karena badan bukit-bukit kecil tadi sudah koyak-koyak dan tak ada pohon penahan material, longsor sangat potensial terjadi lagi.

Karena itulah kepada mereka yang hendak mengunjungi kami, saya selalu berpesan jangan berangkat saat hujan. Waspada bila cuaca mendung.

Bila hujan, apalagi deras, bukit-bukit kecil tadi pasti longsor.

Longsoran pasti menimpa jalan menuju desa Salua.

Kepada yang hendak pulang saat hujan — usai mengunjungi kami — saya juga menyarankan menginap saja di posko kami.

Ke desa Salua atau meninggakannya, sebaiknya memang saat cuaca cerah.

Bila cerah, relatif aman dari longsoran.

“Datanglah ke desa Salua. Kerjakan apa yang bisa kamu lakukan untuk warga. Itu pasti ada manfaatnya.”

“Berangkatlah saat cerah. _View_ nya keren, dan aman dari longsor.”

“Jangan kesini saat hujan deras. Terkubur hidup-hidup karena longsor, bukan cara yang bijak untuk ke sorga.”

Itu tiga “petuah” yang senantiasa kusampaikan ke mereka yang bersemangat hendak kesini.

Menerima petuah itu, mereka membalasnya dengan tertawa.

“Haa…haa.. okey brader. Tengkiyu petuahnya. Kita justru tambah gak sabar ingin secepatnya ke Salua.”

Kira-kira seperti itu reaksi mereka.

(Ahyar Stone. 19 Sept. 2018)

Begitulah catatan ini dibuat oleh salah satu tim relawan SARMMI bernama Ahyar Stone di lokasi bencana gempa Sulawesi Tengah.(LCL)