Tsunami memang datang tak terduga. Demikian kata seorang personil SARMMI, Sofyan Oktaryanto, melaporkan langsung dari lokasi bencana tsunami di Kalianda Lampung selatan. (22/12)
Diceritakan oleh Sofyan, sekitar pukul setengah sepuluh malam ia dan tiga temannya masing-masing Nita, Rian, dan Feri, berada di sebuah dermaga di daerah Kalianda. Tiba-tiba warga berteriak air naik ke darat.
Benar saja, ombak datang seperti mengamuk. Kapal-kapal nelayan yang bersandar diombang-ombang ombak besar yang suaranya mengerikan. Dalam sekejap, air laut memasuki pemukiman. Beberapa rumah langsung roboh. Listrik Padam.
“Semua orang panik. Mereka berlarian menyelamatkan diri. Feri sempat terseret ombak. Namun selamat berkat ia reflek pegangan di pohon. Ia hanya luka memar,” jelas Sofyan.
“Motor saya yang berada di pinggir dermaga, dikepung air. Sangat berbahaya bila saya mengambilnya. Motor saya tinggal. Kami menyelamatkan diri sambil mengingatkan ke semua orang agar menjauh dari tempat ini,” lanjutnya.
Dua jam kemudian air laut mulai surut, Sofyan dan dua personil SARMMI dari Mapasanda STIE Muhammadiyah Kalianda Lampung Selatan, yakni Andi Syafriandi, Rulyan Padilah, masuk ke pemukiman terdampak tsunami di Kalianda.
Mereka dipecah menjadi dua tim dan beroperasi di tempat berbeda.
“Andi Syafriandi bersama timnya menyisir perkampungan di pesisir Kalianda. Bersama warga, mereka evakuasi korban luka-luka ke tempat yang lebih baik,” kata Sofyan.
Saya dan anggota lain, mendata jumlah korban dan kerusakan yang ada. Namun lapor Sofyan, mereka belum dapat bekerja maksimal karena warga masih kuatir ada tsunami susulan. Untuk sementara tercatat dua belas orang yang meninggal dunia.
“Melihat kerusakan yang ada, sangat mungkin jumlah itu bertambah. Tetapi semoga saja tidak,” pungkas Sofyan.
Hingga berita ini diturunkan, Tim SARMMI masih berada di lokasi. (Ahyar Stone/SARMMI)