Bila Anda berkunjung ke desa Kunjir, Lampung Selatan, yang rusak parah karena tsunami Selat Sunda, Anda tak usah kuatir kelaparan. Sekarang ada dapur umum yang melayani siapa pun yang membutuhkan sarapan, makan siang, dan makan malam.
Usai makan sepuasnya, Anda juga tak usah kuatir kemahalan. Anda justru dilarang membayar, karena dapur umum ini gratis.
Dapur umum itu didirikan secara keroyokan oleh SAR Mapala Muhammadiyah Indonesia (SARMMI) dan organisasi lain yang membangun Posko Relawan Kemanusiaan desa Kunjir.
Organisasi tersebut adalah KAUMY Lampung. MDMC Pekanbaru. MDMC Sumatera Barat. MDMC Lampung. Lazismu Pekanbaru. YLKI Pekanbaru. Fansindo Lampung. Jembatan Kebaikan Ummah Pekanbaru. Waskita Karya Divisi 6 Palembang.
Ikatan Lembaga Mahasiswa Psikologi Indonesia (ILMPI). Mapasanda STIEM Kalianda. Akbid Wira Buana Metro. Mapala UMRI. Stacia UMJ. Camp STIEM Jakarta. HW UMJ. Mapala UMY. Mapsa Univ. Muh. Purwokerto. Keluarga Besar MALIMPA. Mapala se Kabupaten Asahan. Mapanjala Univ. Pajajaran Bandung.
Menurut seorang anggota Posko Relawan Kemanusiaan, Rinanto, konsep dapur umum yang mereka usung berbeda dengan kebanyakan dapur umum yang ada di desa lain yang juga kena tsunami.
Bila di desa lain makanannya dibungkus dan dibagikan ke pengungsi.
Dapur umum di desa Kunjir, makanan disajikan secara prasmanan. Para pengunjung juga dipersilahkan bila ingin masak sendiri sesuai seleranya.
Dapur umum itu juga tak semata-mata melayani para pengungsi, tetapi juga untuk para relawan yang datang ke desa Kunjir.
“Desa Kunjir adalah titik yang mengalami kerusakan paling parah dihajar tsunami. Relawan yang datang masih banyak. Mereka kesulitan mencari warung makan. Padahal mereka membutuhkanya. Ini salah satu alasan kami mendirikan dapur umum yang melayani pengungsi, relawan, dan siapa pun yang datang ke Kunjir,” terang Rinanto.
Alasan lain mendirikan dapur umum kata Rinanto adalah sebagai pancingan guna mengajak warga desa Kunjir agar segera bangkit pasca tsunami.
“Warga Kunjir yang sebelum tsunami bermukim dekat pantai, sekarang masih trauma. Mereka memilih mengungsi. Akibatnya suasana malam hari di area pemukiman bibir pantai desa Kunjir, sepi dan cenderung mencekam,” lanjut Rinanto.
Diceritakan pula oleh Rinanto, upaya untuk menarik warga agar Kunjir tak lagi mengungsi, dimulai saat mereka mendirikan Posko Relawan Kemanusiaan di rumah warga yang rusak kena tsunami yang lokasinya di bibir pantai. Hanya mereka yang berada disana. Semua warga mengungsi.
Sejak ada dapur yang dimeriahkan dengan pemutaran film layar tancap setiap malam, warga Kunjir mulai turun dari pengungsian dan mulai berani tinggal di rumah mereka. Kini susana bibir pantai di desa Kunjir berangsur-angsur kondusif.
Selain mendirikan dapur umum, kata RInanto, program yang dikerjakan Posko Relawan Kemanusiaan adalah siaga SAR 24 jam. Siaga medis 24 jam. Membuat Emergency Toilet. Mendirikan Emergency Barbershop. Pendampingan psiskososial. Pengajian akbar. Distribusi bantuan pangan dans sebagainya. (Ahyar Stone)