Desa Bela dan desa Kopeang, kecamatan Tapalang. Mamuju. Sulawesi Barat. Merupakan dua desa terdampak gempa Mamuju yang parah.
Akses tunggal ke sana yakni jalan tanah sejauh 12 km dari dusun Ulu Taan, tertutup longsor. Beberapa ruas jalan juga longsor tak bersisa.
Bantuan hanya dapat didrop helikopter. Atau dipanggul jalan kaki menembus sekian puluh titik longsor yang berbahaya.
Tiap hari warga dari dua desa tadi turun untuk mengambil bantuan dari desa Ulu Taan. Mereka butuh waktu dua hari untuk perjalanan PP.
Itu sama sekali bukan perjalanan yang sederhana.
Di sisi berbeda, para relawan kemanusiaan berupaya memanggul bantuannya hingga ke desa Bela dan desa Kopeang.
Lagi-lagi itu bukan perjalanan yang sederhana.
Untuk “menengahi” situasi demikian, SAR Mapala Muhammadiyah Indonesia (SARMMI) yang mendirikan posko kemanusiaan di dusun Ulu Taan, lantas bersama Komunitas Relawan Peduli Sulbar, mendirikan shelter bantuan untuk desa Bela dan desa kopeang. (3/2/21)
Shelter bantuan didirikan di tepi sungai Taupe. Dikerjakan oleh dua relawan SARMMI yakni Ramon dan Ahyar Stone (keduanya anggota Mapala UMY), serta Ari, Roki, Fiber, Dirga dari Relawan Peduli Sulbar.
Sungai Taupe merupakan titik tengah perjalanan dari dusun Ulu Taan ke dusun Bela dan desa Kopeang.
Bangunan yang dipakai adalah gubuk milik warga yang karena gempa, tak ditempatinya lagi.
“Teknis kerjanya, para relawan cukup memanggul bantuannya sampai ke shelter bantuan. Gubuk yang dipakai sudah kami modifikasi agar bantuan aman disimpan dan relawan bisa bermalam,” kata ketua tim operasi kemanusiaan SARMMI untuk Sulbar M. Aris Wafdulloh yang biasa dipanggil Ramon.
Lalu warga desa Bela dan desa Kopeang lanjut Ramon, mengambil bantuan tadi dan membawa hingga ke desa mereka.
“Dengan begitu, relawan dan warga desa cukup menuntaskan setengah perjalanan. Tak perlu lagi dua hari jalan kaki antar jemput bantuan,” pungkasnya. (Ahyar Stone)