Relawan Selenggarakan Psikososial Untuk Anak-anak Korban Gempa di Desa Terpencil

*Relawan Selenggarakan Psikososial Untuk Anak-anak Korban Gempa di Desa Terpencil*

Sama halnya dengan kelompok dewasa, anak-anak korban gempa Mamuju juga memiliki persoalannya sendiri.

Demikian dengan anak-anak yang tinggal di dusun terpencil Ulu Taan, kecamatan Tapalang. Mamuju. Sulawesi Barat.

Pada situasi normal, mereka biasa bermain kelereng, kejar-kejaran di jalan tak beraspal yang membelah dusun mereka. Atau bermain mobil-mobilan yang mereka buat dari pelepah pisang.

Kini, usai gempa melanda kabupaten Mamuju. Kehidupan bocah mereka tak seceria seperti dulu atau saat belum gempa.

Tatkala ada getaran kecil (yang mereka duga gempa susulan) mereka berlarian meninggalkan arena bermain kelereng sambil berteriak.

Pemandangan serupa terlihat pula ketika mendadak hujan deras. Mereka berlari takut ada longsor.

Disuruh masuk rumah. Mereka ogah. Bahkan tiap malam bocah-bocah itu memilih tidur di tenda berfasilitas seadanya dibanding bobok manis di rumah mereka.

Kehidupan bocah-bocah dusun Ulu Taan, memang mendapat perhatian tersendiri dari relawan SAR Mapala Muhammadiyah Indonesia (SARMMI) yang mendirikan posko kemanusiaan di dusun Ulu Taan.

Di posko kemanusiaan yang memanfaatkan dua rumah warga setempat, bergabung pula relawan Batara Guru Luwu Timur. Relawan Morowali Utara. SAR Malili dan Mapala Univ. Muhammadiyah Yogyakarta.

Kemudian MDMC Parepare. HW dan Mapala Salawat Univ. Muhammadiyah Parepare.

“Sejak kami datang ke dusun Ulu Taan, salah satu target yang kami sasar adalah psikososial untuk anak-anak,” kata ketua Tim operasi kemanusiaan SARMMI untuk Sulbar, M. Aris Wafdulloh alias Ramon.

Senada dengan Ramon, relawan SAR Malili Herman menerangkan, dalam bencana alam anak-anak tergolong kelompok berkebutuhan khusus.

Artinya kebutuhan mereka berbeda dengan kelompok dewasa. Mereka juga perlu penanganan tersendiri.

“Kami telah menyusun sejumlah aktivitas bermuatan psikososial untuk bocah-bocah dusun Ulu Taan,” jelas Herman.

Tiap sore lanjut Herman, ia dan bocah-bocah yang didampingi menyelenggarakan acara kumpul bersama untuk berbincang, bercerita dan fun game.

Berbincang tentang gempa dan edukasinya. Bercerita hal-hal yang menyemangati hidup mereka serta masih banyak lagi.

“Fun game yang kami rancang juga bermuatan edukasi, memulihkan psikologis mereka, serta membuat pertemanan antar mereka kian kuat,” jelas Herman.

Harapannya, kata Herman, psikologi bocah-bocah dusun Ulu Taan kembali pulih seperti sebelum terjadi gempa. (Ahyar Stone)