Sampai hari ini masih ada kalangan di Perguruan Tinggi yang berpendapat bahwa kegiatan Mapala (Mahasiswa Pecinta Alam) bertentangan dengan kegiatan akademik mahasiswa. Pendapat seperti ini perlu diluruskan, karena kegiatan Mapala sejatinya justru mendukung perkuliahan.
Demikian kata Direktur Wartapala KP Yogyakarta, Ahyar Stone, saat menyampaikan materi “Pecinta Alam Sebagai Media Pendidikan Karakter” pada webinar yang diselenggarakan oleh Mapasanda STIE Muhammadiyah Kalianda, Lampung Selatan. (11/9/2021).
Selain diikuti oleh anggota baru dan jajaran pengurusMapasanda, turut pula sebagai peserta webinar adalah beberapadosen dan staf bidang kemahasiswaan STIEM Muhammadiyah, serta beberapa Mapala dari Jakarta, Solo dan Maumere NTT.
Diuraikan oleh Ahyar, kuliah adalah bentuk belajar dalam kelas atau in door school untuk mengembangkan kecerdasan intelektual, IQ. Sedangkan kegiatan Mapala adalah bentukbelajar di luar ruangan atau out door school yang berfungsi mengembangkan kecerdasan emosional, EQ.
“Dengan demikian,” tandas Ahyar yang juga anggota luar biasa Mapala UMY, “Kegiatan Mapala dengan perkuliahan, bukan merupakan dua kegiatan yang kontradiktif atau bertentangan. Melainkan berkorelasi, bersinergi, bahkan saling menguatkan.
Meski begitu, Ahyar yang merupakan penulis buku “Pecinta Alam Adalah Pendidikan Karakter,” tidak menampik jika kegiatan Mapala memang mengandung resiko tinggi atau berbahaya. Namun, menurutnya resiko tinggi ini justru penting dimiliki oleh kegiatan Mapala sekaligus untuk membedakan dengan aktivitas lain yang diselenggarakan mahasiswa bukan pecinta alam.
“Kegiatan Mapala memang berbahaya, karena bahaya adalah komponen terpenting bagi kegiatan pecinta alam. Tanpa adanya unsur bahaya, kegiatan Mapala tak akan berbeda dengan kegiatan-kegiatan lain. Unsur bahaya itulah yang justru membuat anggota Mapala tumbuh menjadi pribadi yang memiliki karakter yang kuat seperti tangguh, berani, cekatan dan sebagainya,” terang Ahyar.
“Karena sudah terbiasa berhadapan dengan resiko, makaanggota Mapala juga terlatih mengambil keputusan penting di saat kritis atau dalam situasi genting. Pelajaran seperti ini tidak pernah diajarkan di bangku kuliah. Tingkat kompetensi interpersonal anggota Mapala memang lebih tinggi dibanding mahasiswa bukan anggota Mapala,” paparnya.
Lebih jauh Ahyar mengurai, pendidikan karakter merupakan saah satu program prioritas pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional. Disebutkan dalam Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025, karakter merupakan hasil dari keterpaduan empat bagian atau empat pilar pendidikan karakter yaitu olah hati, olah pikir, olah raga dan olahrasa.
“Pendidikan karakter tidak hanya mengajarkan mana yang benardan mana yang salah. Tetapi juga menanamkan kebiasaan atau habit tentang yang baik, sehingga peserta didik paham tentang yang baik, mampu merasakan tentang yang baik, serta yang lebih penting lagi adalah mau melakukan kebaikan,” urainya.
Implementasi pendidikan karakter di Perguruan Tinggi jelas Ahyar, dimasukkan ke dalam kegiatan kemahasiswaan di Unit Kegiatan Mahasiswa(UKM). Fungsi UKM adalah sebagai lembaga pengkaderan guna menghasilkan SDM yang berkarakter. Umumnya UKM berada di satu atau dua pilarpendidikan karakter. Uniknya Mapala justru sekaligus berada di empat pilar pendidikan karakter. Hal ini terlihat pula darikegiatan Mapala yang lebih beragam dibanding UKM lain.
“Mapala berada sekaligus di empat bagian pendidikan karakter merupakan amanah Kodek Etik Pecinta Alam Indonesia. Lantaran berada di empat pilar pendidikan karakter, makaMapala merupakan media pendidikan karakter yang sangat baik. Hasilnyapun sudah terlihat, karakter dan tingkat kompetensiinterpersonal anggota Mapala lebih tinggi dibanding mahasiswayang bukan anggota Mapala,” demikian tegas Ahyar.
Sementara itu, mantan Ketua Umum SAR Mapala Muhammadiyah Indonesia (SARMMI) Slamet Widodo, yang tampil pada sesi kedua webinar Mapasanda menambahkan, Unit Kegiatan Mapala selain untuk membangun karakter positifanggotanya, juga mampu melahirkan figur berkualitas di bidangyang ia tekuni saat aktif di Mapala.
“Ada yang dulu hobi panjat tebing, sekarang jadi atlit nasionalpanjat dinding. Ada pula yang dulunya hobi mendaki gunung, sekarang menjadi operator pendakian, fasilitator out bond, tour guide, menjadi produsen peralatan out door dan sebagainya. Ada pula yang tatkala di Mapala aktif memotret dan menulis, sekarang menjadi jurnalis alam bebas,” ujar Slamet.
“Pokoknya kegiatan Mapala itu, selain menyenangkan dan menantang, juga menawarkan masa depan yang beragam. Apalagi bila kita lihat fakta kekinian, kegiatan alam bebassenantiasa menunjukkan trend ke depan, tambah berkembangdan peminatnya terus bertambah,” pungkasnya. (Rani Puspina/Mapala UMRI)