Tag: Mapala
Ketua PDM Parepare : Mapala adalah Gerakan Menegakan Akidah Seperti yang Diperjuangkan Ahmad Dahlan
Pengalaman pernah dekat dengan Mapala Salawat Universitas Muhammadiyah Parepare (UMPAR). Rupanya sangat membekas di hati Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Parepare, Drs. H. Sawati Lambe.
Diajak berbincang perihal Mapala, tokoh Muhammadiyah paling terkemuka di Kota Parepare ini, tampak berbinar-binar senang.
Kesan itulah yang tertangkap, tatkala tiga Pengurus Pusat SAR Mapala Muhammadiyah Indonesia (SARMMI) yakni Dewan Pengarah SARMMI Zulfahmi Sengaji, SE. MM. Sekretaris Umum Ahyar Hudoyo, dan Ketua Divisi Kominfo Lita Indriani, menemui Sawati di Masjid kampus UMPAR awal Desember lalu.
Turut pula di perbincangan yang bersahaja itu Sekretaris PDM Kota Parepare. Rektor UMPAR Prof. DR. H. Muhammad Siri Dangnga, MS. Serta Ketua Umum Mapala Salawat UMPAR.
“Mapala adalah suatu gerakan untuk menegakan akidah seperti yang diperjuangkan KH Ahmad Dahlan,” kata Sawati mantap.
Saya katakan begitu, lanjut Sawati penuh semangat, karena ketika saya menjadi Pembantu Rektor (PR) 3 UMPAR. Saya melihat anggota Mapala Salawat UMPAR sering masuk dan menelusuri gua, pegunungan, hutan dan sebagainya. Padahal wilayah seperti itu menurut orang umum adalah sakral.
Pulang dari wilayah-wilayah itu, anggota Mapala Salawat UMPAR sering saya wawancarai. Saya ingin mengetahui lebih jauh pengalaman mereka selama disana.
“Mereka mengakui sering menemui peristiwa yang dalam istilah sekarang disebut penampakan,” ungkap Sawati.
Tetapi lanjut Sawati bangga, anggota Mapala Salawat UMPAR tidak gentar. Mereka tidak mempercayai hal-hal ganjil seperti itu. Ini membuktikan mereka percaya tidak ada kekuatan kecuali milik Allah SWT.
Berdasarkan pengalaman nyata mereka itu, saya anjurkan agar mereka menyampaikannya kepada orang lain. Tertutama ke teman-teman mereka yang masih percaya black magic atau ilmu-ilmu hitam.
Di Mapala Salawat UMPAR, kata Sawati, akidah bahwa Allah adalah Maha Segala-galanya betul-betul kami tanamkan.
“Di Sulawesi Selatan bagian barat ada kejadian yang secara rasional mayatnya tidak bisa diketemukan. Tetapi Mapala Salawat UMPAR berhasil menemukannya. Mereka berhasil karena memiliki landasan aqidah,” papar Sawati.
Selanjutnya diceritakan pula oleh Sawati, di Mapala lain memang ada yang peminum, atau mengkonsumsi minuman keras (Miras). Tetapi di Mapala Salawat UMPAR betul-betul kami jaga, jangan sampai seperti itu. Caranya adalah dengan menanamkan pengertian bahwa segalanya akan hancur bila kalian melakukan hal-hal yang melanggar agama.
“Alhamdulillah, sejak awal berdiri hingga saat ini Mapala Salawat UMPAR bebas miras,” lanjut Sawati penuh syukur.
Setelah Sawati dipercaya umat sebagai Ketua PDM kota Parepare, dan tidak lagi menjabat PR 3 UMPAR, ternyata perhatiannya kepada Mapala Salawat UMPAR tak berkurang.
Jabatan mentereng tidak membuatnya berubah. Sawati masih memegang kebiasaan lamanya seperti sekian tahun lalu : selalu meluangkan waktu berbincang-bincang dengan anggota Mapala Salawat UMPAR.
Dari interaksi yang intens itu ia tahu, dan hal itu pula yang membuatnya tambah bangga : kian hari Mapala Salawat UMPAR semakin dapat memberikan kontribusi yang banyak kepada almamaternya yakni Universitas Muhammadiyah Parepare sebagai amal usaha Muhammadiyah. (Ahyar Stone)
Setelah bertemu Thariq AR Taat dari SARMMI. Calon Anggota Baru Hiwata Kian Termotivasi.
Niat baik Rektor Universitas Muhammadiyah Palu, DR. Rajindra Rum untuk mengaktifkan Mapala di kampusnya, Hiwata, benar-benar didukung oleh Pengurus SAR Mapala Muhammadiyah Indonesia (SARMMI). Baik yang di Pusat maupun di Rayon 7.
Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, usai menghadiri Deklarasi Rayon 7 SARMMI yang diselenggarakan oleh Mapalamu di kampus Universitas Muhammadiyah Luwuk, penghujung November lalu, kepada Pengurus SARMMI yang menemuinya, Rajindra menyampaikan niatnya untuk mengaktifkan Hiwata.
Pengurus SARMMI yang menemui Rajindra adalah Ketua Umum Slamet Widodo, Sekretaris Umum Ahyar Hudoyo, Ketua Kominfo Lita Indriani, anggota Dewan Pengarah SARMMI Zulfahmi Sengaji, SE. MM. Serta Ketua Rayon 7 Ade Putra Ode Amane, dan Sekretaris Abdul Gani.
Kepada mereka, Rajindra mengaku sangat apresiasi kepada kegiatan Mapala, dan menganjurkan Mahasiswa di Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Palu bergabung ke Mapala. Kegiatan Mapala kata Rajindra, bermanfaat dan banyak membantu masyarakat seperti dalam kebencanaan.
Aktifnya Mapala pada berbagai bencana di tanah air, lanjut Rajindra sangat tepat karena sejalan dengan program Nasional Muhammadiyah yang pro aktif pada kebencanaan di tanah air. Mapala aktif di kebencanaan adalah bentuk dari peran Mapala mendukung program Persyarikatan.
Hanya saja ujar Rajindra, Mapala di kampus yang dipimpinnya, telah beberapa tahun tidak aktif. Sekretariat Hiwata masih ada. Tetapi pengurusnya sudah lulus semua. Anggota yang berstatus mahasiswa tidak ada, karena hampir 4 tahun tidak pernah merekrut anggota baru.
“Hiwata harus aktif lagi. Mereka harus dibangunkan dari tidur panjangnya,” kata Rajindra.
Keinginan Rajindra mengaktifkan Hiwata, ditanggapi serius oleh Pengurus SARMMI. Selang beberapa hari usai bertemu Rajindra, tepatmya 3 Desember 2017, Pengurus Pusat SARMMI dari Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), Thariq AR Taat, terbang dari Jakarta ke Palu, dan langsung merapat di Sekretariat Hiwata.
Sekretariat Hiwata berada diantara gedung-gedung di komplek kampus Unismuh Palu. Menempati sebuah ruangan bercat putih yang ukurannya tak begitu luas. Lantaran lama tidak berpenghuni, kondisinya sekarang lebih mirip ruang penyimpan beberapa memoriable, alias benda-benda “masa silam” yang menandakan Hiwata pernah ada, aktif, dan ikut mewarnai perjalanan panjang aktivitas Mapala di Palu dan di Perguruan Tinggi Muhammadiyah se Indonesia.
“Dari ruang inilah kami akan kembali memulai perjuangan menghidupkan Hiwata,” kata Awank, senior Hiwata yang menerima kedatangan Thariq.
Awank adalah seorang dari segelintir anggota “laskar terakhir Hiwata” yang pernah berupaya menggerakan roda organisasi. Namun karena banyak kendala, perjalanan roda Hiwata itu tersendat. Lalu benar-benar terhenti.
“Tahun 2013 Hiwata mengikuti Jambore Mapala PTM se Indonesia di Malang. Rupanya itu event besar terakhir yang kami ikuti. Pulang Jambore Hiwata perlahan-lahan meredup, dan nyaris tinggal kenangan,” kata Awank mengisahkan.
Pasalnya kata Awank, kaderisasi di Hiwata total terhenti, karena, berkali-kali mereka membuka pendaftaran anggota baru, hasilnya senatiasa nihil.
“Hampir empat tahun kami berupaya keras mengajak mahasiswa di kampus ini bergabung ke Hiwata. Tetapi tak satu pun mahasiswa yang berminat mendaftar menjadi anggota Hiwata,” tutur Awank
Tetapi situasi tak sedap itu tak membuat Awank dan senior lain patah semangat. Situasi demikian justru membuat mereka cerdas memikirkan langkah yang berbeda dibanding tahun-tahun sebelumnya untuk menjaring anggota baru.
“Syukurlah cara baru yang kami pakai, berhasil menjaring anggota baru. Sekarang sudah dapat sebelas calon anggota. Insya Allah akan bertambah,” kata Awang optimis.
Kedatangan Thariq ke Hiwata sebagai follow up pertemuan Rajindra dengan Pengurus Pusat SARMMI usai Deklarasi Rayon di Mapalamu Luwuk, diakui Awank menambah motivasi ia dan senior Hiwata lainnya untuk menghidupkan Hiwata agar kembali berkiprah di jagad pecinta alam tanah air.
Sementara itu, Thariq mengakui mengagumi perjuangan tak kenal lelah para senior Hiwata. Menurut Thariq, pasang surut yang dialami Hiwata sebenarnya merupakan dinamika yang juga dialami oleh beberapa Mapala baik di luar maupun di dalam lingkaran PTM. Bedanya yang dialami Hiwata tergolong lebih parah karena bertahun-tahun tidak ada rekruitmen.
Karena itulah lanjut Thariq, ketika tahu kondisi terkini Hiwata dan niat baik Rektor Unsimuh Palu, SARMMI langsung memberi dukungan, sebab salah satu misi yang diusung SARMMI adalah membesarkan Mapala PTM.
Kepada Awank dkk, Thariq berpesan agar tetap melanjutkan perjuangannya. Hiwata kata Thariq telah berandil membangun karakter positif generasi muda di Palu. Peran serta Hiwata membangun SDM anak bangsa harus diteruskan. SARMMI akan membantu karena Hiwata adalah bagian tak terpisahkan dari keluarga besar Mapala PTM seluruh Indonesia,
“Apalagi Rektor Unismuh telah mendukung kebangkitan Hiwata, momen penting ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya” kata Thariq.
Untuk memotivasi, kepada empat dari sebelas orang calon anggota baru Hiwata yang sengaja diundang ke Sekretariat Hiwata, Thariq menceritakan pengalamannya semasa aktif di Dimpa Universitas Muhammadiyah Malang, serta manfaat memiliki pengalaman aktif di Mapala dalam berkarier.
“Saya sekarang menjadi orang penting di tempat saya bekerja. Saya bisa mencapai posisi ini karena apa yang saya dapatkan di Dimpa dulu sangat membantu saya dalam bersosialiasasi di lingkungan baru. Saya juga memiliki percaya diri yang tinggi, tangguh, kreatif, dan peduli pada orang-orang di sekitar. Semua ini saya dapatkan dari aktif di Dimpa, bukan di buku diktat perkuliahan,” ungkap Thariq.
Meski demikian lanjut Thariq, perkuliahan dengan kegiatan Mapala bukan dua hal yang bertolak belakang. Keduanya saling melengkapi sekaligus saling menguatkan.
“Kuliah untuk mengembangkan kecerdasan inteletual. Mapala untuk kecerdasan emosional. Orang yang sukses adalah yang cerdas secara intelektual dan emosional. Orang Mapala banyak yang sukses di posisi puncak dan bahkan menjadi Presiden RI karena memiliki dua kecerdasaan ini,” terang Thariq.
Selain itu kata Thariq orang Mapala cenderung gampang dikenali karena karakternya lebih kuat dibanding orang kebanyakan.
“Mapala adalah pendidikan karakter yang paling baik, karena kegiatan Mapala mengandung empat pilar pendidikan karakter yaitu olah rasa, olah hati, olah pikir, dan olah raga. Empat pilar ini membuat anggota Mapala memiliki karakter yang kuat sekaligus multi talenta,” kata Thariq.
“Ciri pemilik karakter yang kuat diantaranya adalah tangguh dan pantang menyerah untuk mengajak orang lain kepada kebaikan. Hal ini bisa kalian lihat dari senior Hiwata. Mereka tak putus asa bertahun-tahun berjuang menghidupkan Hiwata. Hari ini buah perjuangan panjang mereka mulai kelihatan,” kata Thariq.
Mendapat edukasi dari Thariq, empat calon anggota baru Hiwata mengaku tercerahkan. Pengetahuan ini membuat mereka tak sabar ingin mengikuti pendidikan dan latihan dasar (Diklatsar). Agar segera menjadi anggota penuh sehingga dapat maksimal dalam beraktivitas di Hiwata.
“Apapun materi Diklatsar ikuti secara serius. Setelah itu aktiflah berkegiatan. Kelak kalian akan dicatat sejarah sebagai pelaku kebangkitan Hiwata,” demikian pesan Thariq. (Ahyar Stone)
Rektor Unismuh Palu : Kegiatan Mapala Bermanfaat Karena Membantu Masyarakat.
Sangat baik bila mahasiswa masuk organisasi Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala). Demikian kata Rektor Universitas Muhammadiyah Palu DR. Rajindra Rum dalam perbincangan khusus usai menghadiri Deklarasi Rayon 7 SAR Mapala Muhammadiyah indonesia (SARMMI) yang diselenggarakan di kampus Universitas Muhammadiyah Luwuk, penghujung November lalu.
Deklarasi Rayon adalah pengumuman resmi dan pengukuhan berdirinya sebuah Rayon atau Cabang SARMMI di daerah. Sesuai Surat Keputusan (SK) Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan pengembangan (Diktilitbang) PP Muhammadiyah, ada 9 Rayon SARMMI Indonesia. Terbentang mulai dari Aceh hingga Papua.
Rayon 7 yang meliputi Mapala Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) di Sulawesi merupakan Rayon perdana yang dideklarasikan. Inisiator Deklarasi adalah Mapala Universitas Muhammadiyah Luwuk (Mapalamu).
Turut hadir dalam perbincangan bersama Rajindra, adalah empat Pengurus Pusat SARMMI yakni, Ketua Umum Slamet Widodo, Sekretaris Umum Ahyar Hudoyo, Ketua Kominfo Lita Indriani, anggota Dewan Pengarah SARMMI yakni Zulfahmi Sengaji, SE. MM. Kemudian Ketua Rayon 7 Ade Putra Ode Amane, dan Sekretaris Abdul Gani,
Dikatakan oleh Rajindra, ia menganjurkan Mahasiswa bergabung ke Mapala karena kegiatan Mapala sangat bermanfaat karena banyak membantu masyarakat seperti dalam kebencanaan. Dengan aktifnya mahasiswa di Mapala, korban bencana alam akan segera tertolong.
“Di Sulawesi ini banyak terjadi bencana, dan diharapkan Mapala inilah yang terdepan dalam membantu korban bencana alam,” kata Rajindra.
Aktifnya Mapala pada berbagai bencana di tanah air, kata Rajindra sangat tepat karena sejalan dengan program Nasional Muhammadiyah.
“Muhammadiyah sangat pro aktif di kebencanaan. Mapala aktif di kebencanaan adalah bentuk dari peran Mapala mendukung program persyarikatan. Dalam bergerak di kebencanaan, Mapala dapat melakukannya bersama-sama elemen lain di Muhammadiyah,” lanjut Rajindra.
Kendati demikian, kata Rajindra, tidak berarti Mapala di Universitas Muhammadiyah Palu yaitu Mapala Hiwata, sudah sering berkecimpung di kebencanaan. Hiwata lanjut Rajindra, walaupun sekretariatnya masih ada justru sudah lama tidak aktif. Situasi ini justru membuat Rajindra, akan memotivasi Hiwata untuk kembali bergiat di kampus.
“Hiwata harus aktif lagi. Mereka harus dibangunkan dari tidur panjangnya,” kata Rajindra.
Terhadap keinginan Rajindra untuk mengaktifkan Hiwata, Ketua umum Pengurus Pusat SARMMI Slamet Widodo, mengaku sangat mendukung. Hal yang sama diungkapkan pula oleh Ketua Rayon 7 SARMMI Ade Putra Ode Amane. Bahkan Ade beserta jajarannya bersedia ke Palu untuk membantu Rajindra mengakifkan Hiwata.
“Salah satu tujuan SARMMI didirikan adalah membesarkan Mapala di PTM. Membantu pak Rajindra menghidupkan Mapala di kampusnya, merupakan tanggung jawab moral SARMMI.,” Kata Slamet Widodo.
Teknisnya imbuh Slamet Widodo, mungkin dengan mengirim Rayon 7 SARMMI ke Palu, atau cara lain yang tetap berdampak besar bagi aktifkannya Hiwata.
“Pendeknya SARMMI yang di Pusat dan di Rayon bersedia membantu sepenuhnya,” demikian tutup Slamet Widodo. (Ahyar Stone & Elis Farwati)
Warga Luwuk Sambut Baik Deklarasi Rayon 7 SARMMI Di Mapalamu
Deklarasi Rayon 7 SAR Mapala Muhammadiyah indonesia (SARMMI) yang diselenggarakan di kampus Universitas Muhammadiyah Luwuk, penghujung November lalu, rupanya menjadi perbincangan hangat warga Kabupaten Luwuk Sulawesi Tengah.
Deklrasi Rayon adalah pengumuman resmi dan pengukuhan berdirinya sebuah Rayon atau Cabang SAR Mapala Muhammadiyah Indonesia (SARMMI) di daerah. Sesuai Surat Keputusan (SK) Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan pengembangan (Diktilitbang) PP Muhammadiyah, ada 9 Rayon SAR Mapala Muhammadiyah Indonesia. Mulai dari Aceh hingga ke Papua.
Rayon 7 yang meliputi Mapala Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) di Sulawesi merupakan Rayon perdana yang dideklarasikan.
Warga Luwuk umumnya mengetahui Deklarasi melalui berita-berita di koran lokal, poster, spanduk, maupun kesaksian dari berbagai kalangan yang menghadiri acara yang diinisiasi oleh Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Muhammadiyah Luwuk (Mapalamu) tersebut.
Warga berharap dengan adanya Deklarasi SARMMI dan terpilihnya anggota Mapalamu, Ade Putra Ode Amane, sebagai ketua Rayon 7 SARMMI, akan berdampak baik pada upaya peningkatan kepedulian generasi muda di Luwuk terhadap bencana alam dan musibah di alam bebas. Generasi muda ini tak terbatas pada kalangan aktivis pecinta alam di Luwuk, tetapi mencakup pula kalangan di luar mereka.
“Kami berterima kasih kepada SARMMI, karena dengan dibentuknya Rayon 7 Sarmmi akan membawa dampak positif di Kabupaten Banggai”, demikian kata pengurus Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Kabupaten Luwuk, Anggelina Angraini, saat menyambangi Sekretariat Mapalamu untuk menyampaikan ucapan selamat. (3/12)
Dikatakan pula oleh Anggelina yang datang ke Mapalamu bersama empat pengurus GMKI lainnya yakni Desprian Heri, Vinny alvionita Katili, Dian Rosanti Sukadi, dan Jerry Kamaru, kehadiran SARMMI Rayon 7 pasti akan mengedukasi masyarakat tentang kebencanaan. Hal ini, lanjut Anggelina akan meningkatkan respon warga terutama kalangan generasi muda terhadap bencana alam dan upaya-upaya penanggulangannya.
Sementara itu ketua Rayon 7 Sulawesi SARMMI, Ade Putra Ode Amane yang didampingi pengurus Mapalamu saat menerima rombongan GMNI, mengatakan sangat menghargai dukungan yang diberikan GMNI. Kendati SARMMI dan GMNI memiliki keyakinan religius berbeda, namun keduanya memiliki kepedulian yang sama terhadap masalah kemanusiaan.
“Ini menunjukan generasi muda indonesia bila berbicara masalah kemanusiaan akan melepas sekat-sekat yang ada. Kemanusiaan jauh lebih penting dari sikap-sikap primordial, karena sesuai prinsif universal, kemanusiaan diatas segalanya,” kata Ade.
Menurut Ade, Mapalamu tidak pernah kesulitan bergaul dengan generasi muda yang memiliki perbedaan keyakinan. Perjalanan panjang Mapalamu telah membuktikannya.
“Ada beberapa mahasiswa non muslim yang kuliah di Unismuh Luwuk. Mereka ada yang ikut Mapalamu, dan bahkan tiga diantaranya pernah menjadi Ketua Umum Mapalamu. Dibawah kepemimpinan mereka, roda organisasi Mapala tetap berjalan sebagaimana mestinya,” lanjut Ade.
“Dalam operasi SAR, kami akan bergandeng tangan dengan kelompok lain. Ini sejalan dengan pesan Sekretaris Diktilitbang PP Muhammadiyah, pak Sayuti, bahwa dalam melaksankanan misinya SARMMI tak bisa sendirian. Harus melibatkan elemen lain,” kata Ade.
Di tempat terpisah, dukungan terhadap Deklarasi SARMMI di Luwuk diberikan pula oleh Camat Mailong, Kabupaten Luwuk, Rampia Laamiri, S. Sos. MM. Kes.
“Saya sangat support terhadap Deklarasi Rayon 7 SARMMI di daerah kami,” kata Rampia.
“Saya kenal beberapa anggota Mapalamu yang menjadi pengurus Rayon 7 SARMMI. Mereka kreatif dan memiliki kepedulian tinggi terhadap lingkungan hidup dan kemanusiaan,” lanjut Rampia.
Kepada mereka, Rampia yang juga menjabat Sekretaris Komisi Penanggulangan Aids Kabupaten Banggai, berharap, agar segera merealisasikan program kerjanya. Karena warga Luwuk khususnya, dan Indonesia umumnya senantiasa mendukung aktivitas sosial generasi muda bangsa. (Ahyar Stone)
Di Bencana Longsor dan Banjir Pacitan Tim SARMMI Jalan Kaki Memasuki Dusun-dusun Terisolir
Penghujung November lalu, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, diguyur hujan amat deras selama berhari-hari. Selain menyebabkan banjir di beberapa sungai, tumpahan air dari langit itu menimbulkan retakan-retakan yang kemudian berubah menjadi bencana longsor di sejumlah tempat di Pacitan.
Kombinas banjir-longsor yang datang nyaris bersamaan, sempat membuat aktivitas ekonomi warga seantero Pacitan lumpuh total. Dikarenakan jaringan listrik dan komunikas terputus, jalanan tergenang air dengan ketinggian rata-rata sepinggang orang dewasa, tanggul jebol, sekolah diliburkan karena ruang-ruang kelas rusak, persawahan terendam banjir, dan beberapa rumah warga tertimpa longsor.
“Di satu sisi kami sangat sedih melihat situasi di Pacitan. Tetapi di sisi lain kami kagum dengan kemandirian warga disini. Karena pada saat tanggal darurat awal kejadian, sebagian lingkungan sudah dikondisikan secara mandiri oleh warga setempat dengan bergotong-royong terutama untuk membuka akses jalan dan fasilitas umum,” demikian kata kordinator operasi SAR Mapala Muhammadiyah Indonesia (SARMMI) untuk bencana Pacitan, Edy Setyawan (7/12)
Selain Edy Setyawan dari Mapala Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Untuk operasi di Pacitan, SARMMI menurunkan Novia Reza Arisandi dan Triana Wulan dari Mapala UMY. Andriyansyah dan Romdon Ariwijaya dari Stacia Universitas Muhammadiyah Jakarta. Sweaib Laibe. Serta dua orang relawan yakni Rehwinda Naibaho dari KMPA Manunggal Bhawaba Institut Teknologi Indonesia. Nikadek Siska Dwi Diantari dari Mafesripala Universitas Sriwijaya Palembang.
Lebih jauh Edy Setyawan yang akrab disapa Bemo menjelaskan, akibat putusnya semua akses, tim rescue dan tim relawan yang hendak ke Pacitan menemui banyak kendala yang membuat mereka terhambat sampai ke titik-titik bencana. Pada fase darurat kebencanaan awal, wilayah Pacitan menjadi terisolir.
“Pada fase tanggap darurat awal yang bekerja di Pacitan hanya pihak setempat yaitu BPBD Pacitan, Basarnas, TNI dan Polri serta beberapa elemen lokal. Karena minimnya personil, sarana dan prasarana serta luasnya wilayah terdampak bencana, yang dilakukan baru sebatas evakuasi dan pertolongan pada daerah terdampak bencana. Pendataan luasan wilayah belum dilakukan samasekali oleh pihak-pihak setempat,” lanjut Bemo.
Tim SARMMI tiba di Pacitan pada dinihari 3 Desember 2017. Setelah mengikuti apel relawan di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pacitan. Tim SARMMI bergebung dengan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Pacitan sebagai Posko Induk tanggap bencana Muhammadiyah. Selama di posko induk, Tim SARMMI bekerjasama dengan potensi dari MDMC. Kokam. HW. Pramuka, dan Karang Taruna setempat.
“Tim SARMMI sejak hari pertama fokus pada kerja-kerja assessment atau pendataan. SARMMI adalah tim pertama yang terjun langsung mendata berbagai kerusakan dan kerugian di bencana Pacitan ini,” ungkap Bemo yang pernah memimpin operasi SARMMI di gunung Semeru Jawa Tengah.
Sementara itu, Andriyansyah yang sehari-hari disapa Mandel, menceritakan, pada hari pertama, tim SARMMI fokus area di dusun Jaten Desa Karangnongko, Kecamatan Kebonagung. Jaten adalah dusun yang letaknya paling bawah. Medan yang dilalui lumayan sulit karena konturnya pegunungan dan terpencil. Area ini termasuk blankspot atau sulit sinyal selular. Selama pergerakan ke dusun Jaten, tim SARMMI lebih banyak jalan kaki.
“Tidak ada korban jiwa.Tetapi beberapa bangunan mengalami kerusakan berarti. Warga dusun Jaten memerlukan penerangan, obat-obatan, dan alat berat pembuka akses jalan. Menurut Kepala Dusun Jaten, bencana kali ini adalah yang paling parah selama 40 tahun terakhir,” papar Mandel.
Hari berikutnya lanjut Mandel yang pernah memimpin operasi SARMMI di bencana longsor Banjarnegara ,Jawa Tengah, tim SARMMI masuk ke Dusun Watuadeg. Karena letaknya di perbukitan yang terpencil, menuju dusun ini sangat sulit,dan tidak bisa diakses menggunakan kendaraan bermotor. Mendatangi dusun Watuadeg tim SARMMI sepenuhnya jalan kaki.
Kondisi dusun Watuadeg lanjut Mandel, lumayan parah. Sebaran longsoran yang menghantam desa ini mengenai kandang ternak, kebun buah-buahan, pemukiman, dan fasilitas umum seperti masjid, jalan, pos ronda, tiang listrik, dan lain-lain.
“Akibatnya beberapa rumah warga rumah tertimbun longsor. Tembok rumah warga lainnya retak-retak. Akses jalan terputus. Tidak ada penerangan. Warga takut ke kebun karena pekarangan, ladang, dan perbukitan banyak yang terbelah yang berpotensi menimbulkan longsoran baru” kata Mandel.
Selanjut Tim SARMMI memasuki dusun Tawang. Karena dusun ini tidak jauh dari dusun Watuadeg dan sama-sama berada di wilayah Kecamatan Karangnongko. Situasinya tidak jauh berbeda. Tim SARMMI juga sepenuhnya jalan kaki.
Bantuan yang sudah masuk adalah sumur bor untuk kebutuhan air bersih. Kendati demikian warga dusun Tawang dan dusun Watuadeg tetap membutuhkan tim medis, obat-obatan, bahan makanan, keamanan, penerangan, dan upaya relokasi.
Semu data hasil assessment kami sampaikan ke pihak-pihak yang berkompeten untuk menindaklanjutinya. Setelah suasana mulai kondusif, tim SARMMI resmi menyudahi operasi pada 6 Desember 2017 ” kata Mandel.
Terhadap pilihan mendatangi dusun-susun yang sulit dijangkau, baik Bemo maupun Mandel. Sama-sama beralasan, di medan-medan seperti itulah tim SAR dari kalangan Mapala semestinya berada.
“Sebagai aktivis Mapala kami sudah dibiasakan untuk survive di medan yang terpencil, terjauh, tersulit, tersusah diakses, karena kami dari Muhammadiyah, dimanapun berada, kami tetap membawa semangat kepedulian khas Muhammadiyah. Hal inilah yang kemudian memotivasi kami menjadi tim pertama yang masuk ke beberapa dusun-dusun terisolir di bencana Pacitan ini,” demikian kata Bemo dan Mandel (Ahyar Stone)
SARMMI Mendukung Stacia Dirikan Pusat Pelatihan Mangrove Muhammadiyah
Bila dicermati seksama, ada dua hal yang sangat kentara dari anggota Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) di Muhammadiyah. Peduli kepada sesama, dan senantiasa tergerak menjalankan dakwah Muhammadiyah.
Dua karakter itu, bukan hasil dari proses yang instan. Melainkan dari proses panjang yang dilakukan secara terus menerus dan diulang-ulang. Hasilnya dua karakter itu melekat kuat pada diri setiap anggota Mapala, sehingga tatkala mereka sudah manyelesaikan kuliahnya, peduli dan dakwah Muhamadiyah menjadi gaya hidup mereka sehari-hari di manapun berada.
Adalah beberapa anggota Mapala Stacia Universitas Muhammadiyah Jakarta yang blusukan ke muara sungai Cisadane di Tangerang. Menjelajahi daerah pinggiran yang tidak populer adalah tradisi Stacia untuk mempertajam kepekaan sosial anggotanya. Di blusukan kali ini anggota Stacia mendapati fakta yang membuat mereka tercengang, prihatin, sekaligus buru-buru hendak berbuat baik.
Kawasan mangrove di muara sungai Cisadane yang mereka datangi, ternyata rusak parah. Hutannya nyaris gundul, air laut berlumpur tebal, dan sampah rumah tangga bertebaran di semua penjuru pantai dan di hutan mangrove yang tersisa. Kerusakan ini telah berlangsung lama. Tak ada yang peduli. Padahal kondisi ini membahayakan ekosistem muara Cisadane. Temuan ini kemudian menjadi perhatian semua anggota Stacia. Tua dan muda.
“Awalnya Stacia hanya berniat fokus menyelamatkan kawasan pantai dengan cara menanam mangrove. Tetapi semakin jauh melangkah kami melihat masalah disini sangat kompleks dan saling berkaitan,” ungkap senior Stacia Moh. Al Fatih kepada rombongan pengurus SAR Mapala Muhammadiyah Indonesia, yang mengunjungi wilayah konservasi mangrove Stacia di desa Tanjung Burung, kecamatan Teluk Naga, Tangerang. (27/8)
Kepada tamunya, Fatih yang didampingi senior Stacia lain, Roy Nurdin, menjelaskan, menanam mangrove berarti juga menyertakan kegiatan konservasi, penanganan sampah, serta pemberdayaan ekonomi dan budaya masyarakat setempat. Sungai Ciliwung juga harus dinormalisasi, dan dikeruk agar dalam.
Semua persoalan itu harus ditangani menyeluruh dan berkesinambungan, baik secara secara serial maupun paralel. Akan percuma rajin menanam mangrove tetapi abai terhadap sampah. Sampah adalah musuh tanaman mangrove, karena sering menyangkut di mangrove muda yang baru ditanam lalu menyeretnya ke laut lepas.
“Kompleksitas itulah yang membuat keluarga besar Stacia kian termotivasi, dan itulah dasar kami membentuk Kelompok Stacia Hijau, atau KSP pada bulan Mei lalu,” kata Fatih.
Mengenalkan Muhammadiyah
Kelompok Stacia Hijau adalah wadah yang memiliki badan hukum sendiri. Namun tetap berada dibawah Stacia. Pengurusnya anggota Stacia dari berbagai generasi. Mereka bergiliran bekerja di kawasan konservasi. Kendati tidak digaji, mereka menjalankan KSP secara profesional, ekonomis, dan militan. Mereka sadar, KSP membawa misi besar yang harus dikerjakan sungguh-sungguh selama bertahun-tahun.
Untuk sampai ke lokasi penanam mangrove di muara Cisadane, KSH harus memiliki dermaga dan sarana f isik lainnya. Ide ini membuat mereka mulai melakukan pendekatan kepada warga Tanjung Burung. Menurut Fatih, pendekatan kepada warga, perlu perjuangan khsusus. Warga yang bermukim disekitar muara Cisadane terkenal keras, dan sensitif terhadap pendatang.
“Warga disini sering dikadalin LSM. Jadi mereka curiga kepada lembaga yang datang. Mereka juga skeptis terhadap KSH. Tetapi setelah KSH selesai membangun dermaga, mushola, serta sumur bor lengkap dengan MCK, warga mulai percaya dengan niat baik KSH. Warga malah ikut membantu. Sekarang hubungan KSH dengan warga desa Tanjung Burung sangat kondusif,” lanjut Fatih.
Dermaga, sumur, MCK, dan mushola yang dibangun tepat di tepi sungai Ciliwung, ungkap Fatih, adalah pekerjaan kedua KSH. Sebelumnya mereka telah menanam ribuan mangrove. Anggaran membangun semua sarana itu dari iuran anggota Stacia dan donasi beberapa pihak. Dikerjakan gotong bersama warga. Fungsinya selain sebagai titik awal menuju area penananam mangrove, juga sebagai lokasi pemberdayaan ekonomi dan budaya masyarakat Tanjung Burung.
“Masyarakat di sepanjang sungai Cisadane terbiasa membuang sampah dan MCK disungai yang kotor” kata Fatih sambil menunjuk sungai Cisadane yang airnya keruh, sedikit berbau, dan tak pernah sepi dari hanyutan sampah rumah tangga. Volume sampah hanyut ini meningkat bila ada hujan.
Senada dengan Fatih, Roy menjelaskan, KSH memanfaatkan sumur dan MCK sebagai sarana untuk mengedukasi warga agar terbiasa MCK di air sehat dan tak lagi membuang sampah di sungai. Sekarang warga disekitar sini lebih suka antri di MCK yang dibangun KSH daripada mandi di sungai.
Lahan sisa membangun empat sarana tadi dimanfaatkan KSH untuk pembibitan mangrove dan pengelolaan sampah. Pembibitan dikerjakan bergiliran oleh ibu-ibu warga Tanjung Burung. Di lahan ini juga direncanakan menjadi sentral peternakan cacing tanah dengan memanfaatkan sampah yang telah dikelola. Sekarang KSH sedang mencari jaringan bisnis cacing tanah. KSH juga mengajak coprporate untuk investasi memberdayakan ekonomi warga Tanjung Burung.
“Sedangkan mushola kami jadikan sarana ibadah bersama warga. Mushola ini rencananya akan dikelola bersama remaja masjid setempat. Karena warga Tanjung Burung belum mengenal Muhammadiyah, mushola kami maksimalkan pula sebagai entry point memberi pencerahan tentang Muhamadiyah,” terang Roy.
Dibawah Mushola lanjut Roy, sudah dibangun dermaga untuk menuju lokasi penananam mangrove. Jarak tempuhnya sekitar setengah jam perjalanan air. Tetapi bisa lebih lama jika sungai sedang banyak sampah. Sampah sering menyangkut di baling-baling perahu.
Pusat Pelatihan Mangrove
Lahan konservasi mangrove di muara Cisadane yang dikelola KSH luasnya 24 Hektar. Sampai saat ini KSH telah menanam 15 ribu mangrove.
“Tetapi hampir separuhnya rusak dan hilang karena diterjang sampah,” ungkap Fatih.
Situasi itu justru memicu mereka untuk kian gigih menanam mangrove sambil menjalankan program penunjangnya, karena mangrove sangat bermanfaat bagi kelangsungan mahluk hidup.
Menurut Fatih, hutan mangrove berfungsi melindungi pantai dari erosi dan abrasi. Mencegah intrusi air laut. Tempat berkembang biak ikan, udang, kepiting, burung, monyet. Melindungi pemukiman penduduk dari badai, angin laut, dan gelombang pasang. melindungi daratan dari naiknya air laut akibat gas rumah kaca. Serta sebagai tempat wisata dan edukasi.
Saat ini hutan mangrove di Indonesia banyak yang rusak, tetapi baru sedikit pihak yang peduli. Hal ini kata Fatih karena masih banyak yang belum paham tentang mangrove dan fungsinya.
“Berangkat dari situasi itulah KSH akan menjadikan muara cisadane sebagai Pusat Pelatihan Mangrove Muhammadiyah,” Kata Fatih.
Diberi nama seperti itu, karena anggota Mapala sebagai kader Muhammadiyah memiliki tanggung jawab untuk memberi pencerahan kepada masyarakat. Pusat pelatihan akan mengedukasi siapa saja agar paham dan peduli terhadap hutan mangrove. Edukas dimulai dari teori, teknis pembibitan, cara menanam, budidaya, hingga memahami fungsi ekonomis dan ekologis tanaman mangrove. Usai mengikuti pelatihan, mereka kembali ke daerah asalnya untuk menerapkan ilmunya disana.
Selain itu lanjut Fatih, KSH terbuka bagi semua pihak untuk sama-sama membangun kawasan konservasi mangrove yang telah dikelola KSH. Mereka juga dipersilahkan untuk berpartisipasi di bidang pemberdayaan ekonomi, pengembangan SDM, keagamaan, atau di sektor sosial lainnya.
“Menanam mangrove serta membangun program pendukungnya perlu orang banyak, dan butuh kerjasama banyak pihak dari berbagai latar belakang. Stacia tidak akan mampu bekerja sendiri. Kami butuh pihak lain,” kata Fatih.
Terhadap ajakan KSH, pengurus SAR Mapala Muhammdiyah Indonesia, Tia Septiyani dari Camp STIEM Jakarta, mengaku sangat mengapresiasi kerja sosial KSH yang terencana baik dan dijalankan secara profesional. Sebagai dukungan SAR Mapala Muhammdiyah Indonesia akan mendampingi KSH di bidang keselamatan dan penyelamatan.
“Insya Allah kami akan menyelenggarakan pelatihan SAR untuk warga Tanjung Burung dan peserta edukasi mangrove. Pelatihan ini juga realisasi dari amanat Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah, bahwa kegiatan SAR Mapala Muhammdiyah Indonesia adalah implementasi dari Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pengabdian pada masyarakat,” demikian kata Tia Septiani. (Ahyar Stone)
Calon Anggota Mapala UMSB : Diksar Mengubah Karakter Kami
Pecinta alam adalah pendidikan karakter yang paling baik. Idiom ini tak berlebihan, karena empat pilar pendidikan karakter yaitu, olah pikir, olah hati, olah raga, dan olah rasa, yang menjadi muatan di kegiatan pecinta alam, tak sekedar dapat memperbaiki karakter mereka yang sudah aktif di organisasi pecinta alam bernama Mapala. Bahkan, seorang yang masih dalam proses menjadi anggota Mapala, telah merasakan manfaat mengikuti kegiatan pecinta alam. Karakter mereka langsung membaik saat itu juga.
Adalah pengalaman Tuistin Darwati dan empat temannya yang mengikuti Pendidikan Dasar (Diksar) Mapala Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat (UMSB). Selama enam hari mengikuti Diksar di hutan Kanagarian Sungai Bangek, Koto Tangah, Padang, pada akhir Februari lalu, Titin – demikian Tuistin Darwati biasa disapa – mengaku mendapat banyak pelajaran berharga yang membuatnya berubah dalam menjalani hidup.
Titin tertarik ikut Diksar, bermula dari pengalamannya mendaki gunung Marapi dan Singgalang. Seperti umumnya pendaki pemula dari Sekolah Menengah, Titin kala itu berharap mendapati pemandangan eksotis sambil mendengar nyayian indah burung – burung cantik penghuni hutan di dua gunung yang popular di Sumatra Barat tersebut.
Namun harapan Titin pupus. Yang ia temui justru tumpukan sampah di sepanjang jalur pendakian hingga ke puncak gunung. Burung pun tak terlihat, apalagi yang bernyanyi. Hanya hentakan musik dang dut yang didengar Titin dari handphone beberapa pendaki amatir seperti dirinya.
“Parahnya lagi” kata Titin mengingat, “Banyak orang yang mengambil Eidelwess. Jumlahnya tak tanggung-tanggung, seplastik besar. Impian saya melihat keelokan gunung dan mendengar suara-suara alami, kandas. Saya sedih. Benar-benar sedih”.
Titin Sadar, kesedihan tidak akan menuntaskan masalah apapun. Ribuan ratapan tidak akan menjadikan gunung bebas dari sampah plastik. Jiwa pedulinya terusik. Idealisme mulai menyala. Si belia Titin ingin melakukan sesuatu, dan langkah itu dimulainya dengan mendaftar menjadi anggota Mapala.
“Saya suka mendaki dan peduli pada gunung beserta kehidupan yang ada disana. Mapala tempat yang baik untuk menampung keinginan saya melakukan sesuatu untuk alam yang saya cintai, Itulah kenapa saya masuk Mapala“, kata Titin berapi-api.
Berbeda dengan Titin yang masuk Mapala lantaran didorong pengalaman nyata dari pendakian, empat teman Titin sesama peserta Diktsar yaitu Hayatul Fikri, Rahmat Fauzi, Ravia Sisaka, dan Remon, mengaku masuk Mapala disamping bertujuan memperbaiki diri, dan juga urusan perkuliahan.
Hayatul Fikri, pemuda berbadan kerempeng ini mengaku mengikuti Diksar karena ingin belajar lebih terbuka dalam bergaul. “Saya tipikal tertutup yang cenderung gampang putus asa”, kata Fikri mengungkap dirinya.
“Saya dengar, dimanapun anak-anak pecinta alam berada, suasananya pasti penuh canda. Mereka terbuka, tangguh, dan solidaritasnya tinggi. Saya ingin berada di tengah mereka, agar saya ikut berjiwa terbuka, dan tidak mudah menyerah”, kata Fikri.
Ravia Siska lain lagi alasannya. Mahasiswi berkulit agak gelap ini mengaku masuk Mapala, bukan untuk gagah-gagahan. Tetapi untuk berlatih madiri, dan ingin mengetahui hal-hal baru yang selama ini asing baginya.
Sementara Remon dan Rahmat Fauzi, disamping alasan-alasan personal, mereka masuk Mapala juga dilatari faktor akademis.
“Saya kuliah di kehutanan. Selama kuliah hingga setelah lulus, aktivitas saya tidak akan jauh dari hutan belantara. Hanya ilmu di Mapala yang paling dekat dengan aktivitas ini. Selain itu, saya ikut Mapala juga ingin belajar memimpin”, kata Rahmat Fauzi.
Fauzi menuturkan, tiap hari peserta Diksar berjalan menyusuri hutan menuju titik tertentu tempat materi Diklatsar diberikan instruktur. Setiap hari pula peserta diwajibkan bergiliran menjadi ketua regu.
“Ketika giliran menjadi ketua, saya baru paham, menjadi pemimpin membutuhkan kesabaran, kepedulian, dan harus bersikap optimis. Dari Diksar ini pula saya tahu, untuk masuk hutan, perlu persiapan khusus. Ini pengalaman berharga bagi saya selaku mahasiswa kehutanan”, kata Fauzi.
Selama Diksar, peserta benar-benar diuji terutama oleh alam, dan tidak semuanya tabah. Suhu dingin, guyuran hujan, kelelahan, dan rasa lapar yang mendera, membuat Hayatul Fikri berniat mundur pada hari keempat. Barang pribadi dikemasi, dan tanda peserta dicopotnya. Ia tahu resiko peserta yang mengundurkan diri, yaitu gagal jadi anggota Mapala. Tetapi Fikri siap menerima resiko buruk ini.
Ketika dipamiti Fikri, Remon sambil menekan haru berupaya memotivasi Fikri agar melanjutkan Diksar yang tinggal dua hari. Ia berharap Fikri batal mundur. Teman yang lain juga berusaha mencegah Fikri.
Tekad Fikri yang sudah membatu, perlahan mencair. Kali ini justru ia yang terharu mendapat perhatian tulus teman-temannya. Fikri lantas mengalungkan kembali scraf tanda peserta. Fikri bertekad melanjutkan Diksar hingga usai. Ia akan lawan sikap melankolisnya.
Alam memang memberikan pelajaran berharga dengan cara menyediakan segala kemungkinan bagi mereka yang mendatanginya. Akibat berjalan dengan sepatu basah, telapak kaki Remon terserang kutu air, dan juga lecet-lecet. Remon yang selama ini tangguh, tumbang pada hari kelima Diksar. Kakinya sukar melangkah. Jika dipaksa, sakitnya minta ampun.
Sekarang gantian Fikri yang memotivasi Remon. Fikri bahkan tak keberatan memapah Remon, walaupun ia juga kelelahan. Ia ingin Remon tetap tegar, dan upayanya itu berhasil. Remon terus melangkah, kendati sesekali meringis.
Selama empat hari di kerimbunan hutan Kanagarian Sungai Bangek, ikatan emosional sesama peserta mulai menguat, dan cara terbaik untuk menjaga keutuhan adalah saling peduli. Ini disadari Siska. Ia hapal, Titin cenderung pendiam dan sering mengalah. Tetapi Siska tidak ingin mengambil keuntungan dari sikap temannya ini.
Ketika dalam materi survival training (belajar teknik bertahan hidup) mereka menemukan setandan pisang hutan, atau berhasil menangkap beberapa ekor ikan kecil di sungai dekat hutan, Siska acapkali mempersilahkan Titin makan duluan.
Akan halnya Titin, diperlakukan sedikit berbeda tak membuatnya merasa istimewa. Ia beberapa kali duluan menyantap hidangan sederhana yang dimasak secara gotong royong, tetapi dalam batas sekedarnya. Titin tahu mereka disini sama-sama kelaparan. Ia tak tergiur kenyang sendirian.
“Diksar membuat kami mengerti perlunya peduli, dan berbagi manfaat kepada teman. Hutan ini juga membiasakan kami menghargai apapun makanan yang kami temukan”, kata Titin.
Tadi, kata Titin, Siska bercerita padanya, selama ini Siska kerap membeli nasi bungkus porsi besar di warung dekat kost. Karena tidak habis, sisanya langsung masuk tong sampah. Sepulang Diksar, Siska akan menghentikan kebiasaannya membuang sisa makanan. Setiap ke warung, Siska akan membeli nasi secukupnya, agar tak ada yang terbuang.
Siska mungkin tidak mendengar yang Titin ceritakan. Lelah dan dingin membuatnya tak kuat menahan kantuk. Ia tertidur di bahu Titin. Sementara Titin berusaha tetap terjaga, dan jangan sampai menggigil. Titin berbuat demikian agar Siska tetap nyaman bersandar di bahunya yang basah kuyub karena diguyur hujan.
“Diksar membuat rasa cinta saya ke alam, tambah kuat. Alam adalah guru kita. Jika alam rusak, manusia akan kehilangan tempat belajar” kata Titin.
Adanya perubahan – perubahan pada peserta Diksar, dibenarkan oleh seorang senior Mapala UMSB. Rofil Febianda Effendi. Sejak mendapat materi kelas khas Mapala seperti mendaki gunung, survival, navigasi, panjat tebing dan sebagainya, Rofil telah melihat, sedikit demi sedikit karakter peserta membaik.
“Kendati Diksar belum usai, peserta telah mengalami perubahan pada dirinya. Yang kurang peduli, menjadi peduli. Yang cengeng menjadi tangguh. Yang egonya tinggi, sekarang memiliki solidaritas. Perubahan ini kian menegaskan, kegiatan pecinta alam memang pendidikan karakter yang terbaik”, demikian kata Rofil yang juga dikenal sebagai aktivis penyelamat Siamang di belantara Sumatera Barat. (Ahyar Stone)
Banjir Surut. SAR Mapala Muhammadiyah Akhiri Operasi di Brebes.
Banjir di Kabupaten Brebes sudah surut. Sekitar 5 000 warga yang semula mengungsi ke sejumlah tempat aman, telah kembali ke rumah.
Terjadinya banjir di Brebes, disebabkan oleh jebolnya empat titik tanggul penahan air sungai Pemali. Tanggul jebol lantaran tidak kuat menahan limpahan air hujan deras yang turun merata di wilayah Brebes (16/2).
Akibatnya, 12 desa di tiga kecamatan yakni Brebes, Jatibarang, dan Wanasari terendam air setinggi setengah hingga satu setengah meter. Ribuan warga dievakuasi ke 10 posko pengungsian. Kini semua pengungsi sudah meninggalkan posko pengungsian.
“Karena situasi mulai kondusif, hari ini kami menyudahi Operasi SAR di Brebes”, demikian keputusan Kordinator Lapangan SAR Mapala Muhammadiyah Indonesia, Nurdin Leasy, di halaman Posko Penanggulangan Banjir Gedung DPRD Kabupaten Brebes (21/2)
SAR Mapala Muhammadiyah, kata Nurdin, tiba pada hari kedua bencana. Disamping menyisir desa-desa terdampak banjir, Tim SAR Mapala Muhammadiyah juga mendata kesehatan dan kebutuhan warga selama berada di pengungisan, mencermati kondisi tanggul sungai Pemali, serta sistem penanganan bencana banjir di Brebes.
“Sekarang masih musim hujan. Tanggul yang jebol hendaknya segera diperbaiki secara permanen agar lebih kokoh dari sebelumnya. Bila perbaikan cuma bersifat darurat, sangat rawan kembali jebol dihantam luapan hujan”, papar Nurdin.
“Untuk ke depan, managemen kebencanaan di Brebes tampaknya harus dirapikan lagi. Sehingga semua pihak yang terkait penanganan bencana, terkordinir dan sinergis”, demikian kata Nurdin yang berpengalaman mengikuti operasi SAR di berbagai bencana alam di tanah air.
Sependapat dengan Nurdin, seorang anggota tim SAR Mapala Muhammadiyah Indonesia yang berasal dari Mapala Stacia Universitas Muhammadiyah Jakarta, Cicih Handika berujar, semua pihak khususnya dari instansi Pemerintah di Brebes, hendaknya dalam menangani bencana alam, ada kordinasi dan pertukaran informasi agar semuanya upadate informasi terkini di lapangan.
“Tetapi kita percaya, manajemen kebencanaan di Brebes ke depannya pasti lebih baik. Pihak – pihak terkait di Brebes pasti belajar banyak dari banjir ini”, kata Cicih berharap. (AS)
SARMMI berdampak Positif untuk Mapala di Muhammadiyah
SAR Mapala Muhammadiyah Indonesia (SARMMI) hanyalah asosiasi, atau Sekretariat Bersama (Sekber) potensi SAR Mapala di Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) se Indonesia. Bukan meleburkan semua potensi SAR Mapala PTM ke wadah tunggal bernama SARMMI, demikian kata Sekretaris Umum SARMMI, Ahyar Hudoyo, di kunjungannya ke Sekretariat Mapala Alpiniste STIE Achmad Dahlan Jakarta. (29/1)
“Sebagai Sekber, SARMMI tidak memerintahkan Mapala PTM mengikuti Operasi SAR. Melainkan sekedar memberitahu. Mapala boleh ikut atau tidak mengikuti operasi SARMMI. Bagi Mapala yang ikut, SARMMI mengharapkan mereka memaka atribut Mapala-nya. Agar terlihat keberagaman kita”, jelas Ahyar
Selain operasi SAR, lanjut Ahyar, kegiatan SARMMI adalah mengadakan pelatihan bersertifikat, terutama di daerah – daerah yang rawan bencana. Sehingga ke depan semakin banyak anggota Mapala PTM yang memiliki sertifikat yang qualified. Dalam waktu dekat, SARMMI akan mengadakan pelatihan Nasional SAR bencana alam di Sumatra Barat. Yang jadi tuan rumah adalah Mapala Universitas Muhammadiyah Sumatra Barat (UMSB).
“Potensi bencana di Sumatra Barat, sangat besar. Sementara skill SAR teman-teman kita di Sumatra masih tergolong rata-rata. Dengan pelatihan itu, diharapkan kualitas mereka kian mumpuni, sehingga siap menjadi pionir bila ada bencana di Sumatra, dan Mapala UMSB mampu menjadi tuan rumah bila SARMMI nantinya menggelar operasi skala besar yang melibatkan banyak Mapala PTM di Sumbar’, kata Ahyar.
Dalam pertemuan di Alpiniste itu, mantan Ketua Umum Mapala Alpiniste STIE Achmad Dahlan Jakarta, Eka Paldi mengaku telah mengetahui SARMMI sejak akan dideklarasikan di Kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta, Desember tahun lalu
“Karena sibuk di kegiatan Alpiniste, saya selaku Ketua Umum tidak bisa ke Solo’, kata Eka Paldi yang biasa dipanggil Oplak.
Menurut Oplak, SARMMI berdampak positif untuk Mapala di Muhammadiyah seluruh Indonesia. Dengan operasi SAR yang dikordinir SARMMI kekuatan Mapala Muhammadiyah menjadi tambah kokoh. Nama-nama Mapala yang ikut operasi tidak akan tenggelam, justru akan naik. Semua Mapala juga memiliki kesempatan yang sama untuk memimpin operasi SAR skala besar.
“Dengan operasi SAR bersama, silaturahmi kita dalam berbuat baik bakal kian erat. Ini bagus bagi kita Mapala di PTM yang kemana-mana mengemban dakwah Muhammadiyah’, lanjut Oplak.
Sependapat dengan Oplak, seorang pendiri Alpiniste, Darussalam, mengatakan sangat banyak manfaat positif berdirinya SARMMI bagi Mapala PTM se Indonesia. Atas dasar itulah, Darussalam merencanakan menyediakan ruangan di kampus STIE AD yang bisa dipakai sebagai Sekretariat SARMMI untuk Mapala PTM di Rayon DKI, Banten, dan Jawa Barat.
“Membantu perkembangan SARMMI berarti kami turut berpartisipasi langsung membangun kemajuan sesama Mapala PTM. Sekretariat SARMMI berada di kampus STIE AD secara langsung juga akan membuat adik-adik saya terbiasa siaga, sigap dalam bertindak, dan gesit membangun komunikasi di cakupan yang luas”, lanjut Darussalam, senior Alpiniste pemegang Nomor Induk Anggota ALP-001.
“Saatnya kita bersatu dalam wadah yang menasional. Sehingga Mapala PTM menjadi kekuatan besar yang benar-benar diperhitungkan oleh siapapun”, demikian kata Darussalam. (AS)